
Peter Kurten, Pembunuh Berantai Jerman yang Melakukan Kekerasan Seksual hingga Sadisme
Peter Kürten dikenal dengan nama Düsseldorf Vampire. Ia merupakan sosok pembunuh berantai Jerman populer tentang pembunuhan berantai, kekerasan seksual, dan sadisme pada abad ke-20.
Kürten, anak ketiga dari 13 bersaudara. Ia pernah mengalami masa kecil yang penuh kekerasan dari ayahnya yang merupakan seorang pecandu alkohol. Bahkan ayahnya itu dipenjara selama tiga tahun karena mencoba menganiaya saudara perempuan Kürten yang berusia 13 tahun.
Sebelum dia berusia 10 tahun, Kürten telah membunuh dua teman sekolahnya. Selama masa remaja dia melakukan banyak kejahatan dan pada saat penangkapan terakhirnya dia telah dijatuhi hukuman penjara hampir 30 kali.
Dilansir Encyclopedia Britannica, Jumat (6/5/2022), di daerah Düsseldorf dari Februari hingga November 1929, ia melakukan serangkaian pembunuhan brutal dan sadis.
Persidangan Kürten menjadi acara nasional, menarik banyak pengamat akademis maupun yang hanya ingin tahu. Dia dengan jujur ??menceritakan detail kejahatannya kepada psikolog terkenal Karl Berg, yang dijadikan buku dengan judul “The Sadist” (1932) menjadi literatur kriminologi klasik.
Menurut Berg, Kürten adalah seorang psikopat seksual dan kejahatannya merupakan contoh sempurna dari Lustmord atau pembunuhan untuk sebatas kesenangan.
Di persidangannya atas sembilan tuduhan pembunuhan dan tujuh tuduhan percobaan pembunuhan, Kürten ditempatkan di kandang khusus untuk mencegahnya melarikan diri. Dia dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi dengan guillotine.
Biografi Berg tentang Kürten pada akhirnya akan mempengaruhi semua beasiswa berikutnya tentang pembunuhan berantai. Kasus ini juga berdampak pada budaya populer, yang menjadi dasar film “Fritz Lang M” (1931), di mana karakter mirip Kürten digambarkan secara mengesankan oleh Peter Lorre.
Baca Juga :
Bagaimana Gary Ridgway, ‘The Green River Killer,’ Ditangkap dengan Bukti DNA Berusia Hampir 20 Tahun
Pembunuhan Di Jalur Hippie – Kisah Nyata Charles Sobhraj
Kürten ditangkap di bawah todongan senjata, sembilan hari setelah menyerang Büdlick. Meskipun mengakui semua kejahatan yang dilakukannya, namun Kürten memohon dinyatakan tidak bersalah dan mengaku gila.
Di pengadilan, ia merinci daftar korbannya dan menjelaskan mengenai hasrat seksualnya akan darah. Kürten juga mengaku tidak memiliki hati nurani dan penyesalan.
Juri membutuhkan waktu kurang dari dua jam untuk mendakwa Kürten atas sembilan pembunuhan dan tujuh percobaan pembunuhan. Pria Jerman ini dieksekusi mati pada 2 Juli 1931, setelah mengonsumsi makanan terakhirnya berupa sosis, kentang goreng, dan dua botol anggur.
“Katakanlah, setelah kepalaku dipotong, apakah aku masih bisa mendengar suara darah yang mengalir dari leherku? Jika iya, itu akan sangat menyenangkan,” kata Kürten saat dia berjalan menuju alat pemenggal kepala.
Ketika kakaknya kembali, Kürten langsung menusuk, menggigit dan menghisap darah dari lehernya.
Aksi pembunuhan Kürten berakhir ketika ia membuat kesalahan ceroboh saat menyerang seorang wanita pada 14 Mei 1930.
Maria Büdlick (20), sedang mencoba menghindari perhatian yang tidak diinginkan dari seorang pria yang mengikutinya setelah turun dari kereta. Di sinilah, Kürten canpur tangan. Setelah menyuruh pria itu pergi, Kürten membujuk Büdlick untuk makan di rumahnya, namun ia menolak.
Kürten pun menawarkan untuk mengantarnya ke hotel, tapi dia malah membawa Büdlick ke hutan dan memerkosa serta mencekik perempuan tersebut sebelum membiarkannya pergi.
Kürten melepaskan Büdlick karena wanita tersebut mengaku tidak mampu mengingat rumahnya sendiri. Büdlick berjanji tidak akan memberi tahu identitas Kürten kepada siapa pun.
Setelahnya, Büdlick yang mengalami trauma, tidak melaporkan kejadian itu kepada polisi. Namun, ia menulis surat kepada temannya. Tanpa sengaja, Büdlick mengirimkannya ke alamat yang salah dan tukang pos pun memberikan surat tersebut pada polisi.